Dugaan Cacat Integritas Dan Administrasi Di STAIN Madina (ilustrasi pemilihan senat, doc:pexels.com) |
Lapadnews.com, Mandailing Natal – Sejumlah mahasiswa STAIN Mandailing Natal melayangkan kritik tajam terhadap proses penjaringan panitia pemilihan Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) untuk periode 2024-2025.
Kritik ini didasarkan pada dugaan cacat integritas dan administrasi yang dianggap melibatkan Wakil Ketua III dan Ketua SEMA dalam pelaksanaan pemilihan tersebut. (09/11/2024)
Ketidakpuasan mahasiswa bermula dari adanya ketimpangan integritas dan administrasi pada proses penjaringan.
Para mahasiswa menilai bahwa mekanisme yang diterapkan cenderung tidak adil dan melanggar regulasi yang seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan.
Salah satu mahasiswa yang hadir dalam proses pendaftaran menyatakan, "Kami merasa ada yang tidak beres dalam proses ini.Sebagai mahasiswa, kami berhak mendapatkan informasi yang jelas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilihan dengan tetap mematuhi regulasi yang valid."
Jumlah pendaftar yang telah mencapai lebih dari 27 orang, sementara kebutuhan hanya sekitar 7-8 orang, juga dianggap menambah persoalan.
Keputusan untuk memperpanjang pendaftaran yang ditandatangani Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama justru menimbulkan tanda tanya, mengingat pengumuman sebelumnya menyatakan bahwa keputusan bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
Perubahan aturan ini menimbulkan kebingungan di kalangan mahasiswa, yang mempertanyakan konsistensi pihak penyelenggara dalam menegakkan keputusan mereka sendiri.
Seorang mahasiswa lain menyoroti waktu perpanjangan yang diterima melalui revisi pengumuman setelah jam kerja, yaitu sekitar pukul 16.20 WIB.
Menurut mereka, pengumuman ini tidak rasional karena berada di luar jam kantor dan menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam pengelolaan proses penjaringan.
Di samping itu, perbedaan jadwal antara poin C dan D dalam pengumuman tersebut dianggap membingungkan, dengan waktu pendaftaran yang diperpanjang tetapi batas akhir yang tetap tidak berubah.
Selain itu, mahasiswa juga mengkritik penggunaan stempel akademik yang mereka anggap sebagai simbol otoritas yang sakral.
Menurut mereka, stempel tersebut harus digunakan dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian karena mencerminkan integritas institusi.
Para mahasiswa mendesak pihak terkait agar segera mengevaluasi dan mematuhi prosedur yang telah ada.
Mereka berharap tidak ada lagi cacat administrasi dalam proses penjaringan ini demi menjaga nama baik institusi.
“Kami berharap semua pihak dapat berdemokrasi dengan sehat, menaati aturan yang berlaku, dan tidak mencoba melanggar aturan. Jangan sampai citra institusi kita kurang dipercaya karena persoalan administrasi yang tidak baik,” ujar salah satu mahasiswa.
Sebagai tindak lanjut, mahasiswa meminta Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam untuk memberikan teguran atau sanksi kepada pihak terkait bila permasalahan administrasi serupa terjadi kembali.
Pewarta (*Magrifatulloh)
Social Header