Lapadnews.com, Mandailing Natal (Sumut) – Ketua Satgasus GRIB Jaya Mandailing Natal beserta rombongan memberikan santunan kepada keluarga almarhum Saprial, korban yang tertimbun longsor di lokasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Desa Parbatasan, Kecamatan Lingga Bayu. Santunan ini diberikan pada hari Jumat (11/10), tepat 100 hari setelah almarhum dikebumikan.
Saprial meninggal dunia tiga bulan sebelumnya saat bekerja di tambang milik seorang ASN. Ia meninggalkan seorang istri, Selpita Sari, dan tiga orang anak yang kini kehilangan sosok ayah yang menjadi tumpuan keluarga. Dalam ungkapan rasa terima kasihnya, Selpita menggambarkan almarhum suaminya sebagai sosok yang pekerja keras, penyayang, dan bertanggung jawab. "Suami saya tahu bahwa pekerjaan tambang itu berbahaya, sering kali ada longsor, tetapi demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ia tetap bekerja di sana. Namun nasib berkata lain," ujarnya dengan penuh kesedihan.
Ketua Satgas GRIB Jaya, Irman, turut menyampaikan belasungkawa atas tragedi yang menimpa keluarga Selpita. Ia menjelaskan bahwa GRIB Jaya baru mengetahui peristiwa ini setelah kejadian serupa menimpa seorang pekerja di Desa Pulo Padang. "Saat mendengar kabar dari warga, kami langsung mencari tahu dan ternyata benar bahwa Saprial menjadi korban tiga bulan yang lalu," tutur Irman.
Ia menambahkan bahwa santunan yang diberikan bukan untuk dinilai dari jumlahnya, melainkan sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sesama manusia. "Kami prihatin karena tidak ada tanggung jawab dari pihak pemilik PETI tempat almarhum bekerja. Kami hanya berharap bantuan ini dapat sedikit meringankan beban keluarga, terutama untuk masa depan anak-anak almarhum," tutupnya.
Peristiwa tragis ini kembali mengingatkan akan bahaya PETI dan perlunya penegakan hukum serta tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat agar kejadian serupa tidak terus berulang.
Sekjen Satgas GRIB Jaya Soroti Penanganan Kasus Longsoran PETI yang Dianggap Biasa Saja
Di tempat terpisah, Hotman Notari Sipahutar, Sekretaris Jenderal Satgas GRIB Jaya, mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya insiden pekerja yang tertimbun longsoran Pertambangan Tanpa Izin (PETI), yang kerap kali tidak mendapatkan penanganan serius. Hotman mencontohkan peristiwa terbaru di wilayah Pulopadang, di lokasi PETI milik Mr. Ir, pada 3 Oktober 2024.
Menurutnya, kejadian tersebut seolah dianggap biasa, dan mirisnya, informasi terkait peristiwa itu baru diketahui setelah warga setempat melaporkan kepada pihak GRIB Jaya.
“Kami merasa heran, seolah-olah semua pihak yang seharusnya bertanggung jawab memilih diam. Ketika kami mencoba menghubungi Camat Lingga Bayu melalui telepon, tidak ada tanggapan. Kapolsek Lingga Bayu pun hanya mengarahkan kami kepada Kanit Reskrim, yang malah memberikan nomor kontak orang lain yang bukan bagian dari kepolisian,” ungkap Hotman.
Lebih lanjut, Hotman menyampaikan bahwa GRIB Jaya melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mereka akan terus mendesak agar pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas PETI, termasuk oknum-oknum terkait, memperhatikan kembali peraturan yang berlaku.
Ia menyoroti pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan lingkungan hidup dan aktivitas pertambangan.
Hotman merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 109, yang mengatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara antara 1 hingga 3 tahun, serta denda yang berkisar antara Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar.
Selain itu, ia juga mengingatkan tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 undang-undang tersebut menetapkan sanksi bagi mereka yang melakukan penambangan tanpa izin, dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.
“Kita tidak bisa membiarkan kegiatan ilegal ini terus berlangsung tanpa ada penegakan hukum. Nyawa pekerja sudah terlalu banyak menjadi korban, dan pemerintah harus bertindak tegas,” tutup Hotman.
Berkaca dari kejadian ini,secara nyata Penambangan Ilegal Tanpa Izin sangat marak di hadapan kita khususnya PETI menggunakan mesin dompeng, dalam hal ini kita menyoroti oknum-oknum yang ambil kesempatan, tidak terlepas dari pihak yang harusnya mengawasi dan pihak yang seharusnya menegakkan hukum, seandainya ada pengawasan dan penegakan hukum yang aktif pasti tidak ada nyawa yang melayang sia-sia dalam praktek ilegal ini Tutup Hotman.
Pewarta : (*Magrifatulloh).
Social Header