LapadNews.com, Palembang-- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Pusat bersama DPR RI menggelar sosialisasi bertema “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana” di Ballroom Hotel Swarna Dwipa, Sabtu (6/12/2025). Kegiatan ini menjadi upaya memperkuat pemahaman publik mengenai pentingnya perlindungan hukum bagi saksi dan korban kejahatan, sekaligus menjawab minimnya pengetahuan masyarakat terhadap layanan LPSK.
Acara diikuti sekitar 100 peserta yang berasal dari berbagai instansi dan lembaga, mulai dari Dinas Sosial Sumsel, Dinas Kesehatan Sumsel, Dinas Pendidikan Sumsel, DP3A Sumsel, Kesbangpol Palembang, mahasiswa UIN Raden Fatah, organisasi PMII Sumsel, hingga sejumlah tamu undangan lainnya.
Sosialisasi menghadirkan dua narasumber utama: Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, H. S.N. Prana Putra Sohe, M.M., serta perwakilan LPSK Pusat, Ahmad Soleh. Keduanya menyampaikan bahwa perlindungan saksi dan korban merupakan prioritas negara, terlebih di tengah meningkatnya kasus-kasus kriminal yang menempatkan saksi maupun korban dalam situasi rawan.
DPR: LPSK Harus Hadir di Seluruh Daerah
Dalam sesi wawancara, Prana Putra Sohe mengungkapkan bahwa DPR RI saat ini tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ia menilai bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami peran maupun mekanisme layanan yang dapat diberikan oleh LPSK.
“Insya Allah akan ada undang-undang baru. Salah satu poin pentingnya adalah LPSK akan hadir di setiap provinsi bahkan kabupaten/kota. Selama ini LPSK masih terpusat dan hanya ada di lima daerah. Ke depan kita ingin perlindungan ini lebih dekat dan lebih maksimal,” jelasnya.
Prana menegaskan bahwa meski regulasi baru belum disahkan, masyarakat tetap memiliki hak penuh untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK ketika keselamatan mereka terancam.
“Selagi ada ancaman, saksi dan korban berhak meminta perlindungan. LPSK lembaga independen, dan ini harus diketahui masyarakat, khususnya di Sumsel,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa dalam RUU terbaru, perlindungan tidak hanya diberikan kepada saksi dan korban, tetapi juga meluas kepada aparat LPSK, termasuk petugas dan relawan, untuk mencegah intimidasi selama menjalankan tugas.
LPSK: Asesmen Mendalam hingga Pendampingan Psikologis
Perwakilan LPSK Pusat, Ahmad Soleh, menjelaskan mekanisme sebelum perlindungan diberikan. Menurutnya, LPSK melakukan asesmen komprehensif terhadap setiap pemohon, termasuk pemeriksaan rekam medis dan psikologis.
“Kalau ditemukan trauma, pemohon akan mendapatkan konseling hingga pulih. Ada yang satu tahun, bahkan dua tahun pendampingan psikologis masih berjalan,” ungkapnya.
Ahmad menegaskan bahwa permohonan perlindungan tidak selalu harus diajukan oleh korban atau saksi sendiri. Instansi lain seperti Dinas Sosial juga dapat mengajukan permohonan atas nama warga yang membutuhkan.
Ia menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memastikan pemulihan korban berlangsung menyeluruh.
“Program Dinas Sosial seperti bansos atau PKH sangat membantu karena mayoritas korban berasal dari kelompok ekonomi rentan. Sementara perlindungan fisik maupun pendampingan hukum ditangani oleh LPSK. Kolaborasi ini mutlak diperlukan,” jelasnya.
Ahmad kembali menegaskan bahwa LPSK hanya memberikan perlindungan kepada saksi dan korban, bukan pelaku tindak pidana. Karena itu asesmen mendalam menjadi syarat mutlak sebelum perlindungan diberikan.
Dorong Keberanian untuk Melapor
Melalui kegiatan sosialisasi ini, LPSK dan DPR RI berharap masyarakat Sumatera Selatan dapat memahami lebih jauh fungsi dan kewenangan LPSK, serta tidak ragu meminta perlindungan ketika keselamatan mereka terancam akibat proses hukum maupun tindakan kriminal.
“Negara hadir untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana. Jangan takut melapor ketika merasa terancam,” tutup Prana Putra Sohe.
Pewarta : Hardi
Social Header