Lapadnews.com, Palembang — Polemik mencuat dalam persidangan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa seorang oknum anggota Kepolisian di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Kuasa Hukum korban mengecam keras tindakan Majelis Hakim yang diduga mengusir pengacara, wartawan, dan pengunjung saat pemeriksaan korban berlangsung.
Kuasa Hukum menyebut, pengusiran dilakukan secara tiba-tiba dengan alasan bahwa sidang harus tertutup untuk umum. Dalih tersebut dinilai bertentangan dengan aturan hukum, karena perkara yang disidangkan bukan perkara kesusilaan dan tidak melibatkan anak.
“Sidang perkara ini seharusnya terbuka untuk umum sebagaimana ketentuan hukum acara pidana. Tidak ada satu pun aturan yang mengharuskan sidang ditutup,” tegas Kuasa Hukum dalam pernyataan resminya.
Lebih miris lagi, pihak korban mengaku mendapatkan tekanan psikologis ketika harus memberikan keterangan tanpa pendampingan Kuasa Hukum.
Di luar ruang sidang, korban menyampaikan perasaan kecewanya kepada media.
“Saya sangat takut dan merasa terintimidasi. Saya butuh pendampingan karena saya masih trauma, tapi saya justru harus menghadapi semuanya sendirian di depan terdakwa,” ujar korban dengan suara bergetar.
Korban juga mengaku khawatir atas kebijakan tidak menahan terdakwa yang merupakan oknum polisi tersebut.
“Saya sering merasa was-was. Saya cuma ingin keadilan. Saya takut kalau dia bebas bergerak sementara saya masih menjalani trauma,” ucapnya.
Kuasa Hukum juga menyoroti dugaan kejanggalan lain terkait kuasa hukum terdakwa, yang disebut sebagai anggota polisi aktif dan belum terdaftar secara sah dalam perkara.
“Jika benar demikian, ini pelanggaran etika profesi dan merusak prinsip fairness dalam persidangan,” tegas Kuasa Hukum.
Selain itu, tindakan anggota Satpol PP yang menghadang Kuasa Hukum saat mencoba tetap mendampingi korban dianggap sebagai bentuk obstruction of justice, karena dilakukan tanpa kewenangan yang sah dalam tata tertib persidangan.
Atas rangkaian dugaan pelanggaran prosedur tersebut, Kuasa Hukum memastikan akan mengambil langkah konkret:
Melaporkan Majelis Hakim ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik
Mengajukan laporan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA)
Mereka mendesak agar Pengadilan Negeri Palembang menjamin proses peradilan yang transparan, independen, dan bebas dari intimidasi.
“Tidak boleh ada perlakuan khusus hanya karena terdakwa adalah oknum aparat penegak hukum. Keadilan untuk korban harus menjadi prioritas,” tutup Kuasa Hukum.
(*Ardi)

Social Header