Lapadnews.com, Medan – Tim Penasihat Hukum dari Law Office Bagus Bastoro & Partners melancarkan kritik keras terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Gedung Telkom Pematang Siantar.
Dalam Nota Pembelaan (Pledoi) yang disampaikan di persidangan, kuasa hukum menilai konstruksi dakwaan JPU sarat asumsi dan bertentangan dengan fakta teknis di lapangan.
Salah satu poin utama yang disorot adalah kesimpulan ahli JPU yang menihilkan nilai pekerjaan beton, meski bangunan tersebut berdiri kokoh dan berfungsi hingga kini. Kuasa hukum menyebut audit tersebut sebagai “tidak masuk akal” dan tidak berbasis fakta ilmiah.
Tim pembela menegaskan bahwa seluruh proses pengecoran beton telah menggunakan Job Mix Design resmi dari Laboratorium Universitas Sumatera Utara (USU). Hal itu didukung bukti administrasi lengkap berupa surat jalan, hasil uji slump, hingga pengujian kubus beton yang menunjukkan mutu sesuai spesifikasi teknis.
“Secara logika teknik, tidak mungkin pekerjaan beton dinilai nol rupiah, sementara gedung sudah berdiri selama sembilan tahun dan tetap utuh. Bahkan saat gempa Maret 2025 mengguncang Pematang Siantar, bangunan ini tidak mengalami retakan sedikit pun,” tegas tim kuasa hukum.
Kejanggalan lain, lanjut mereka, terdapat pada penilaian item curtain wall atau kaca gedung.
Ahli JPU dinilai hanya mengandalkan perhitungan di atas kertas tanpa melakukan pengukuran fisik di lapangan.
“Ahli tidak pernah mencopot kaca untuk diuji menggunakan alat ukur ketebalan. Analisis hanya berdasarkan asumsi harga. Padahal kami memiliki as-built drawing dan faktur pengiriman resmi yang membuktikan material sesuai spesifikasi kontrak,” ujar penasihat hukum.
Dalam aspek kontraktual, tim hukum juga menilai JPU keliru menerapkan metode perhitungan unit price pada proyek yang menggunakan kontrak lump sum, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 46 Tahun 2025. Dalam kontrak jenis ini, pembayaran didasarkan pada hasil akhir pekerjaan, bukan perhitungan satuan material secara rinci.
Terkait penggunaan bata merah, kuasa hukum menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan solusi lapangan akibat kelangkaan bata ringan di wilayah Pematang Siantar dan telah mendapat persetujuan resmi dari Konsultan Pengawas serta perwakilan PT Graha Sarana Duta (GSD).
Karena itu, mereka menegaskan tidak terdapat kelebihan pembayaran maupun kerugian negara.
Sorotan tajam juga diarahkan pada penetapan terdakwa yang dinilai tidak adil. PT Tekken Pratama selaku subkontraktor disebut menjadi satu-satunya pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum, sementara kontraktor utama PT GSD—anak perusahaan PT Telkom Indonesia—beserta pejabat terkait justru tidak tersentuh proses hukum.
“Subkontraktor yang bekerja di lapangan dijadikan tersangka tunggal, sementara pihak yang memiliki kewenangan pencairan anggaran tidak dimintai pertanggungjawaban. Ini jelas mencederai rasa keadilan,” tegas tim kuasa hukum.
Menutup pledoi, penasihat hukum meminta Majelis Hakim menjatuhkan putusan (vrijspraak) atau membebaskan para terdakwa dari seluruh tuntutan hukum. Mereka menegaskan bahwa bangunan tersebut bermanfaat, berfungsi optimal, dan tidak menimbulkan kerugian negara.
“Hukum tidak boleh dikalahkan oleh asumsi ahli yang tidak kredibel. Fakta menunjukkan gedung berdiri kokoh dan negara tidak dirugikan satu rupiah pun,” tegasnya.
Dalam konferensi pers usai sidang, kuasa hukum juga meluruskan pemberitaan terkait penahanan mantan General Manager PT GSD Area I. Mereka menegaskan bahwa penahanan tersebut tidak berkaitan dengan pembangunan Gedung Telkom Witel dan Telkomsel Pematang Siantar, melainkan terkait perkara berbeda, yakni dugaan korupsi pengurusan IMB dan AMDAL Gedung Balei Merah Putih Telkom Pematang Siantar.
“Perlu diluruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman di publik. Kasus tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan pembangunan gedung Telkom yang sedang disidangkan,” pungkasnya. (*Risky/Tim)



Social Header