Lapadnews.com, Huraba — Para pemangku adat Bona Bulu dengan tegas menyatakan sikap terhadap pelaksanaan Program Optimalisasi Lahan (OPLAH) di wilayah Mandailing Natal (17/10/2025).
Mereka menegaskan bahwa program tersebut bukan untuk dihalangi, namun pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara sembrono dan wajib menghormati tapal batas wilayah adat serta hukum adat yang berlaku.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan di Huraba, para tetua adat menilai pemerintah daerah telah lalai dan terburu-buru menjalankan program OPLAH tanpa terlebih dahulu menyelesaikan persoalan batas wilayah tanah adat yang hingga kini tidak memiliki kejelasan hukum administratif maupun adat.
“Kami tidak menolak program OPLAH. Kami justru mendukung pembangunan. Tapi sebelum dilaksanakan, harus ada musyawarah adat dan tanda tangan Raja Adat. Tanpa itu, kegiatan dianggap tidak sah baik secara adat maupun hukum negara,” tegas Sulhan Nasution, Raja Adat Bona Bulu.
Para pemangku adat juga menilai bahwa sikap pemerintah yang mengabaikan prosedur adat berpotensi memicu gesekan dan konflik horizontal antar masyarakat, terutama di wilayah yang memiliki sejarah panjang kepemilikan tanah adat.
Untuk itu, mereka mendesak Bupati Mandailing Natal agar segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Tanah Adat sebagai dasar hukum bagi seluruh kegiatan pembangunan di wilayah ulayat.
Dalam rancangan Perbup yang telah disusun lembaga adat Bona Bulu, terdapat sejumlah poin penting:
Setiap proyek pemerintah di atas tanah adat wajib memperoleh persetujuan tertulis dan tanda tangan Raja Adat.
Dokumen tanpa tanda tangan Raja Adat dinyatakan tidak sah secara hukum adat.
Kepala desa, camat, dan instansi dilarang mengeluarkan izin sebelum adanya berita acara musyawarah adat.
Pelaksanaan OPLAH yang mengabaikan hukum adat dianggap batal demi hukum adat.
Rancangan ini didasarkan pada sejumlah peraturan perundangan nasional, antara lain:
- UUPA No. 5 Tahun 1960
- UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
“Kami berharap Bupati tidak berlama-lama. Perbup Tanah Adat harus segera diterbitkan agar pemerintah dan investor tidak bertindak di luar koridor hukum adat dan negara. Dengan begitu, konflik batas wilayah dapat dihindari dan program pembangunan berjalan selaras,” tambah Sulhan.
Menariknya, saat dikonfirmasi mengenai pelaksanaan Program OPLAH di wilayah adat Bona Bulu, Camat Siabu enggan memberikan komentar. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Kepala Dinas Pertanian Mandailing Natal yang memilih bungkam ketika diminta tanggapan terkait belum jelasnya prosedur dan dasar hukum pelaksanaan program tersebut.
Sikap diam para pejabat ini justru menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi, koordinasi, dan keseriusan pemerintah dalam menjalankan program yang berdampak langsung pada masyarakat adat.
Masyarakat adat Bona Bulu menegaskan dukungan terhadap program pembangunan pemerintah untuk kesejahteraan rakyat. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa setiap program harus dijalankan dengan menghormati kearifan lokal, struktur adat, dan prinsip keabsahan hukum adat.
Langkah ini tidak hanya menjaga kehormatan adat, tetapi juga untuk meminimalisir potensi konflik sosial antar masyarakat, yang kerap muncul akibat pengabaian batas wilayah adat dan lemahnya dasar hukum pelaksanaan program pemerintah.
(*Magrifatulloh).
Social Header