Lapadnews.com, Medan – Pengadilan Mandailing Natal (Madina) tetap melaksanakan eksekusi terhadap aset Zul Heddy (45) warga Mompang Julu, Kecamatan Penyabungan Utara (Mandailing Natal), Rabu(15/10/25).
Eksekusi berjalan sesuai perintah pengadilan. Namun, Zul sangat keberatan atas eksekusi tersebut, karena ia menyakini kalau semua ini adalah unsur permainan.
“Bayangkan, aset saya seharga 500 Juta. Tapi dilelang seharga 130 Juta,”kata Zul Heddy kepada wartawan, Rabu (15/10/25).
Ia jua menyebit, jika putusan dan berakhir eksekusi atas objek nya Zul Heddy telah berbesar hati.
Namun Zul merasa miris di balik eksekusi yang dimaksud ternyata ada dugaan permainan antara Ketua Pengadilan Negeri Mandailing Natal.
“Apakah Lazim menerima pihak yang beperkara terutama Lawan bisa masuk dikediaman nya dengan Pintu tertutup rapat ?. Apakah seperti ini moral pelaksanaan eksekusi yang dimaksud ?. Apakah pertemuan di luar persidangan dengan cara – cara berbisik melahirkan putusan inkracht yang dimaksud adil buat saya sang pencari keadilan,”ketus dia.
Iapun mengaku akan terus menyuarakan ini sampai terdengar oleh petinggi Komisi Yudisial untuk oknum hakim yang tidak menghargai hak – hak setiap orang beperkara dengan berkeadilan.
Sementara, Humas PN Madina Fadil Aulia kepada wartawan mengatakan jika pihak PN Madina telah melaksanakan eksekusi lahan Zul Heddy berdasarkan surat eksekusi Nomor Eksekusi: Nomor 2/Pdt.Eks.HT/2025/PN Mdl. Eksekusi berlangsung pada Rabu, tanggal 15 Oktober 2025.
“Telah dilaksanakan eksekusi sesuai putusan pengadilan,”pungkasnya.
Sebelummya, Zul Heddy (45) warga Mompang Julu, Kecamatan Penyabungan Utara (Mandailing Natal) kembali mempertanyakan surat eksekusi dari Pengadilan Negeri Madina dengan nomor 487/PAN. pN. W2.U17/HK2.4/X/2025.
Ia masih bertanya-tanya kenapa surat itu keluar setelah ada dugaan pertemuan antara Ketua Pengadilan Negeri Madina dengan oknum pengacara di rumah dinas.
“Saya mempertanyakan itu, ada apa. Apa boleh ketua PN Madina bertemu pengacara yang sedang berperkara,”kata Zul Haddy kepada wartawan di Medan, Senin (13/10/25).
Belum lagi, menjelaskan, surat eksekusi itu keluar ketika masih dalam proses sengketa di Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
“Masih proses banding, kenapa bisa keluar surat eksekusi,”tegas dia.
Untuk itu, ia berharap semoga eksekusi lahan miliknya ditunda sampai putusan di PT Medan.
“Saya juga berharap agar majelis hakim PT Medan bisa memberikan keadilan seadil-adilnya. Dan Mahkama Agung melihat ketidak adilan ini,”pungkasnya.
Sebab, ditambahkannya, gaji hakim dinaikkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjaga integritas mereka, sehingga diharapkan dapat mencegah godaan suap dan memperkuat penegakan hukum dan keadilan. Kenaikan gaji ini juga bertujuan agar hakim tidak dapat “dibeli” dan mampu menjalankan tugasnya secara independen tanpa intervensi.
Terpisah, Humas PT Medan Saut ketika dikonfirmasi wartawan perihal dugaan pertemuan dan terbitnya surat eksekusi mengaku jika sah sah saja pemenang lelang mengajukan eksekusi .
“Setelah saya konfirmasi dengan PN Madina ternyata termohon sudah pernah melakukan gugatan dan sudah sampai tahap Kasasi dan gugatan ditolak, juga upaya perlawanannnya pada tingkat pertama juga ditolak, jadi eksekusi pengosongan dapat dilakukan sekalipun upaya perlawanannya masih banding,”ucap dia.
Ketika disinggung soal pertemuan ketua PN Madina dan oknum pengacara di rumah dinas. Saut mengaku tidak bisa berkomentar suatu hal yang belum terferivikasi.
Sebelummya, menerima surat eksekusi objek tanah miliknya, seorang pria asal Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara (Sumut) Zul Heddy (45) warga Mompang Julu, Kecamatan Penyabungan Utara (Mandailing Natal) tampak kebingungan di Medan, Minggu (12/10/25).
Ia mengaku habis dari Pengadilan Tinggi (PT) Medan untuk mempertanyakan kenapa ada surat eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Mandina padahal ia masih berjuang “banding” di PT Medan.
“Saya dari Madina ke Medan, karena saya bingung, saya mau bertanya ke PT Medan soal kasus yang saat ini saya hadapi. Tapi belum mendapat apapun,”kata Eddy dengan nada polos kepada wartawan di Medan.
Ia menjelaskan, dalam surat eksekusi itu tertulis dari Pengadilan Negeri Madina dengan nomor 487/PAN. pN. W2.U17/HK2.4/X/2025.
Surat itu menyebut pada Rabu (15/10/25) tanah miliknya akan dieksekusi. Surat itu ditanda tangani pihak PN Madina.
“Ada apa, kok bisa main eksekusi saja. Saya memang orang kampung, saya orang bodoh, tidak faham hukum. Tapi saya merasa apa yang mereka lakukan telah keterlaluan. Bukan hanya 1, semua tanah saya bahkan rumah saya juga terancam dieksekusi,”lirih dia seraya selama ini ia berjuang tanpa bantuan pengacara.
Atas hal tersebut, lanjut dia, ia semakin bertanya – tanya terkait ketransparanan penegakan hukum di PN Madina. Sebab, dia bilang, sebelum surat eksekusi ini ia terima, ia melihat oknum pengacara dan Ketua Pengadilan Madina bertemu di rumah dinas.
“Jadi saya menduga pengacara itu adalah oknum pengacara lawan saya. Setelah saya melihat itu, beberapa hari kemudian datang surat eksekusi dari PN Madina. Ada apa,”sebut dia bertanya-tanya.
“Apakah boleh seorang ketua pengadilan bertemu oleh pengacara yang berperkara?. Saya ada bukti foto dan vidio yang saya rekam sendiri bahwa oknom pengacara itu ke rumah Ketua PN Madina,”timpal dia.
Untuk itu, ia berharap agar mendapat kejelasan atas kasus yang tengah ia hadapi. Pasalnya ini saat ini masih bersengketa hukum di PT Medan. Tapi tiba-tiba datang surat eksekusi.
“Tolong saya, saya tidak tau lagi harus bagaimana,”harap dia kepada wartawan dengan mata berkaca-kaca.
Zul Heddy berharap ada tanggapan dari Ketua Pengadilan Tinggi perihal apakah lazim sosok Ketua Pengadilan Negeri Mandailing Natal bertemu dan menerima tamu pihak yang berperkara di kediaman nya. Apakah pertemuan tersebut melanggar Kode Etik apa tidak ?
Hingga kini Zul Heddy berharap agar perihal tersebut ada tindakan yang tegas dan nyata oleh Komisi Yudisial perihal pertemuan tersebut guna menguji kode etik yang kerap di panggil yang mulia.
Hutang di Bank BRI
Zul Heddy (45) warga Mompang Julu, Kecamatan Penyabungan Utara (Mandailing Natal) penggugat di Pengadilan Tinggi (PT) Medan menceritakan terkait hutang yang kini menjeratnya.
Awalnya, cerita dia, ia meminjam uang ke Bank BRI sebesar Rp 800 Juta, beberapa tahun lalu. Ia meminjam uang untuk modal usaha grousir. Seiring berjalannya waktu, ia terus membayar hutang setiap bulan ke BRI.
Namun puncaknya, pada masa-masa covid-19 usahanya bangkrut dan tidak bisa mencicil hutangnya lagi. Nah, saat itu ia bertanya ke bank perihal sisa hutang yang ia ambil. Alangkah terkejutnya dia, bahwa pihak bank menyebut jika hutangnya masih utuh sebesar Rp 800 juta, sebab selama ini ia hanya membayar bunga bank bukan hutang pokok.
“Saya bingung, uang tidak ada lagi. Padahal saya sudah bayar bertahun-tahun. Alhasil mereka melelang tanah saya, tanah saya dilelang seharga Rp 130 juta pada tahun 2023, padahal tanah saya harganya bernilai Rp 400 juta di tahun itu, kalau sekarang udah pasti diatas Rp 500 juta,”jelas dia.
Merasa terzolimi, ia lantas melayangkan gugatan ke PN Madina terkait dugaan kecurangan itu. Ia menggugat Bank BRI, pemenang lelang dan BPN Madina. Akan tetapi, ia kalah dan selalu kalah.
“Mungkin karena saya tidak ada pengacara, jadi ya kalah. Tapi saya terus berjuang sampai saat ini di Pengadilan Tinggi Medan, saya ajukan banding,”ketusnya.
Perlawanan ini ia lakukan karena setelah tanahnya yang satu dilelang seharga Rp 130 juta. Tanah-tanahnya yang lain juga terancam disita termasuk rumahnya.
”Ada dua tanah lagi yang mau disita. Kalau ditotal keseluruhan mencapai miliaran, tetapi kata mereka, walau semua tanah dan rumah saya dilelang, saya tetap masih berhutang,”tangis dia.
Iapun sampai saat ini masih terus berjuang, agar keluarganya tidak tinggal di kolong jembatan atas ketidak adilan yang terjadi.
“Parahnya, pemenang lelang merupakan tetangga saya sendiri,”pungkasnya.
Ketika dikonfirmasi, pihak Pengadilan PN Madina melalui Wakil Ketua PN Medan Husnul oleh wartawan belum menjawab. Dan salah satu oknum pengacara yang disebut-pengacara lawan penggugat juga tidak membalas ketika dikonfirmasi apakah benar ia menemui Kepala PN Mandina.
(*Mgr/tim).
Social Header