Lapadnews.com, Pontianak, Kalbar - Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 12 unit mobil ambulans berstandar Covid-19 tahun anggaran 2021 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Barat kembali mencuat, memicu desakan dari kalangan masyarakat sipil agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.(11/09/2025).
Ketua Umum DPP LSM MAUNG, Hadysa Prana, dengan tegas menyatakan bahwa kasus ini sarat dengan kejanggalan yang merugikan keuangan negara dan harus diusut tuntas oleh lembaga antirasuah.
"Kami melihat ada indikasi kuat penyimpangan dalam proyek ini. Bagaimana mungkin sebuah tender yang sudah berjalan bisa dibatalkan begitu saja, lalu kembali ke mekanisme penunjukan langsung (PL)? Ini jelas mencurigakan," ujar Hady dalam keterangan persnya, Kamis 11 September 2025.
Kejanggalan Prosedur yang Mencurigakan
Informasi yang mencuat, proyek pengadaan ambulans ini awalnya direncanakan melalui mekanisme PL. Namun, Inspektorat Kalbar memberikan teguran dan meminta agar proses dilakukan melalui tender terbuka. Anehnya, setelah proses tender berjalan dengan melibatkan lebih dari empat perusahaan, termasuk PT Ambulans Pintar Indonesia dan CV Cahaya Kurnia Mandiri, Dinkes Kalbar justru membatalkan tender tersebut pada Juli 2021 dan kembali ke mekanisme PL.
Langkah kontroversial ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa tender yang sudah berjalan dibatalkan? Apakah ada kepentingan tertentu di balik keputusan ini? LSM MAUNG menduga ada permainan kotor yang melibatkan oknum-oknum tertentu di Dinkes Kalbar.
Aspek Hukum dan Potensi Pelanggaran
Kasus ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang dan peraturan terkait tindak pidana korupsi dan pengadaan barang/jasa pemerintah:
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
- Pasal 2 ayat (1): Jika terbukti ada perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, pelaku dapat dijerat dengan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
- Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan atau jabatan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara juga dapat dijerat dengan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
- Penyimpangan prosedur dalam pengadaan barang/jasa bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administratif yang dapat berujung pada sanksi administratif atau pidana.
- Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (sebagaimana diubah terakhir dengan Perpres 12/2021).
- Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa, seperti transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, dapat menjadi dasar untuk penyelidikan lebih lanjut.
Desakan kepada KPK
Ketum menegaskan bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar terkesan lambat dalam menangani kasus ini. Oleh karena itu, LSM MAUNG mendesak KPK untuk segera mengambil alih penanganan perkara ini.
"KPK memiliki kewenangan supervisi dan koordinasi. Jika ada indikasi korupsi yang melibatkan pejabat tinggi atau merugikan negara dalam jumlah besar, KPK wajib turun tangan," tegasnya.
LSM MAUNG juga meminta agar KPK tidak hanya fokus pada pengembalian kerugian negara, tetapi juga menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam skandal ini. "Pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana. Proses hukum harus tetap berjalan agar ada efek jera," pungkas orang nomor satu di DPP LSM MAUNG
Penulis : TIM LSM MAUNG
Sumber: DPP LSM MAUNG
Social Header