Lapadnews.com, Mandailing Natal - Setelah ramai diperbincangkan warga, bangunan kosong di belakang Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal kini jadi simbol kemubaziran aset daerah. Gedung tersebut diduga telah mangkrak selama bertahun-tahun tanpa kejelasan peruntukan dan tanggung jawab.
Kondisinya sangat memprihatinkan. Dinding yang kusam, tanaman liar menjalar, dan tak ada aktivitas sama sekali. Masyarakat menyebutnya “gedung hantu” karena tak jelas siapa pengelolanya, meski lokasinya hanya sepelemparan batu dari pusat pemerintahan.
Sorotan tegas datang dari Gerakan Pantau Keuangan Negara (GPKN). Ketua GPKN, Muhammad Rezki Lubis, menyebut kondisi itu sebagai bukti konkret lemahnya tata kelola aset dan akuntabilitas publik.
“Ini bukan sekadar soal bangunan kosong. Ini adalah cerminan sistem yang rusak. Ratusan juta mungkin telah digelontorkan, tapi yang tersisa hanya tembok kusam dan rumput liar. Kami minta Inspektorat dan BPK turun tangan!” tegas Rezki kepada wartawan.
GPKN menyebut gedung tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk pelayanan publik atau kebutuhan strategis lainnya. Namun, faktanya, tak satu pun dinas berani mengklaim sebagai penanggung jawab bangunan.
Kepala Dinas Pariwisata, Sukur Soripada, bahkan mengaku tidak mengetahui status bangunan tersebut saat dikonfirmasi. Bagi GPKN, hal ini menunjukkan buruknya pendataan dan pengawasan aset daerah.
“Bagaimana bisa seorang kepala dinas tidak tahu soal aset yang berada hanya beberapa meter dari kantor pemerintahan? Apakah semua aset daerah sekarang tidak tercatat dengan baik? Ini sungguh memalukan,” sambung Rezki.
Melalui pernyataan resminya, GPKN mendesak Pemkab Mandailing Natal untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh aset daerah, khususnya yang terbengkalai atau tidak digunakan secara maksimal.
Selain audit, GPKN juga menuntut adanya sanksi tegas bagi pejabat yang terbukti lalai dalam mengelola aset. Menurut mereka, pembiaran seperti ini adalah bentuk pemborosan anggaran dan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.
“Jangan hanya masyarakat kecil yang disalahkan saat ada kerusakan fasilitas. Saat pemerintah sendiri yang lalai, siapa yang bertanggung jawab? Kita tidak bisa terus membiarkan uang rakyat dikubur dalam bangunan tak bertuan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Sekretariat Daerah Mandailing Natal terkait siapa yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut. Sikap diam ini justru memantik asumsi bahwa ada hal yang disembunyikan dari publik.
(*Magrifatulloh).
Social Header