Kebutuhan Pokok di Indonesia, foto penjual dipasar rakyat (doc:pexels) |
Lapadnews.com, Nasional - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara, yang dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi barang atau jasa.
Pada tahun 2022, Indonesia mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, dengan rencana untuk menaikkannya lagi menjadi 12 persen pada 2025.
Kebijakan ini memunculkan perdebatan mengenai dampaknya terhadap perekonomian, khususnya dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Pertumbuhan ekonomi inklusif mengedepankan pemerataan kesejahteraan di seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya berfokus pada angka PDB.
Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi bagaimana kenaikan tarif PPN dapat mempengaruhi inklusivitas pertumbuhan ekonomi, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan.
Kebutuhan Pokok di Semarang, Central Java, Indonesia (doc:Lie, Ellyta Geralda Christian|pexels) |
Dilansir dari media Antaranews.com pada Rabu, 20 November 2024, dalam jangka pendek, kenaikan PPN dapat menekan konsumsi masyarakat, karena harga barang dan jasa yang lebih tinggi dapat menurunkan daya beli, terutama di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah.
Penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga miskin, yang sebagian besar pengeluarannya digunakan untuk konsumsi barang yang dikenakan PPN, akan merasakan dampak yang lebih besar, memperburuk ketimpangan sosial.
Namun, dalam jangka panjang, peningkatan pendapatan negara dari PPN dapat digunakan untuk membiayai program-program sosial yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif.
Dengan dana yang cukup, pemerintah dapat meningkatkan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan, yang pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
Beberapa kebijakan dapat diterapkan untuk mengimbangi dampak negatif dari kenaikan PPN, seperti pemberian subsidi atau bantuan langsung tunai kepada rumah tangga miskin.
Selain itu, pemerintah bisa mengalokasikan sebagian hasil PPN untuk pembiayaan program-program sosial yang langsung menguntungkan kelompok rentan.
Penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hasil pajak yang baik, seperti dalam bentuk penghapusan PPN untuk barang kebutuhan pokok atau penerapan pajak progresif, dapat mengurangi beban pada masyarakat miskin.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif, kebijakan yang mengutamakan distribusi kesejahteraan yang lebih adil sangat diperlukan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kenaikan PPN tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan sosial dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Dengan pendekatan yang tepat, termasuk kebijakan pajak yang adil dan efisien, serta pengelolaan anggaran yang transparan, dampak negatif dari kenaikan PPN dapat diminimalkan, dan sebaliknya, dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif. (*Red)
*) Sumber : Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Social Header