Lapadnews.com, Mandailing Natal (Sumut) - Pimpinan DPRD Kabupaten Mandailing Natal dan Wakil Ketua Bidang Ekonomi, Koperasi, dan UMKM DPD Partai GOLKAR Kabupaten Mandailing Natal
Tanggal 8 September 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa dari 1.432 bakal calon kepala daerah, sebanyak 107 calon belum menyelesaikan kewajiban untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Fakta ini menimbulkan ironi besar: bagaimana calon pemimpin dapat mengklaim komitmen pada integritas jika mereka mengabaikan transparansi sejak awal?
Bagi generasi muda, terutama perempuan Generasi Z, isu ini lebih dari sekadar angka. LHKPN adalah simbol penting yang menunjukkan apakah calon pemimpin siap untuk memimpin dengan jujur dan bertanggung jawab. “Bagaimana kami bisa mempercayai pemimpin yang tidak transparan?” tanya banyak anak muda yang mulai memahami pentingnya transparansi dalam membangun kepercayaan publik.
Hal ini menjadi semakin relevan dengan kasus di Mandailing Natal. KPU Mandailing Natal menetapkan pasangan calon H. Saipullah Nasution, S.H., M.M. sebagai memenuhi syarat, meskipun tanda terima LHKPN mereka baru diterbitkan setelah batas waktu yang ditentukan, yakni pada 16 Oktober 2024. Keputusan ini menimbulkan polemik di kalangan publik, terutama Generasi Z yang percaya pada penegakan aturan yang tegas tanpa kompromi.
“Bukankah persyaratan administrasi yang tidak terpenuhi seharusnya otomatis menggugurkan pasangan calon?” Ini adalah pertanyaan yang terus bergema di tengah generasi muda, yang tumbuh di era keterbukaan digital dan mengharapkan pemilu yang adil. Keputusan ini memicu kekhawatiran bahwa sistem demokrasi memiliki celah yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu.
Sebagai perempuan dan bagian dari Generasi Z, kami berharap KPU Mandailing Natal segera mengkaji ulang keputusan ini melalui rapat pleno. Kami mendesak agar keadilan ditegakkan demi menjaga martabat demokrasi. Pemilu adalah ajang pendidikan politik, bukan sekadar perebutan kekuasaan. Kami ingin Pilkada 2024 menjadi contoh bagaimana etika, integritas, dan transparansi dapat menjadi landasan bagi pemimpin masa depan.
Dengan keputusan yang adil dan transparan, KPU tidak hanya akan memperkuat kepercayaan publik, tetapi juga membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia masih memiliki martabat. (*Magrifatulloh/Indah Annisa)
Social Header