Lapadnews.com (Jakarta) - Jika pemberi kerja atau perusahaan tidak membayar iuran Tapera kepada karyawannya, izin usaha mereka dapat dicabut. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024, yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, mengatur hal ini.
Peserta Tapera?Peserta Tapera adalah Pekerja dan Pekerja Mandiri yang memiliki pendapatan paling sedikit sebesar Upah minimum dan harus berusia minimal 20 tahun atau kawin pada saat mendaftar. Pekerja Mandiri yang memiliki pendapatan di bawah Upah minimum juga dapat menjadi Peserta Tapera. Pasal 5.
Dalam kategori ini termasuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), pegawai ASN, prajurit TNI, prajurit siswa TNI, anggota Polisi, pejabat negara, pekerja BUMN, BUMD, BUMS, dan pekerja lainnya yang bekerja dengan kompensasi. Pasal 7
Bagaimana Usaha Bisa dicabut ?
Untuk perusahaan lembaga jasa keuangan, hukuman terberat, seperti pembekuan izin usaha dan pencabutan izin usaha, akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bersama dengan otoritas berwenang lainnya untuk pemberi kerja yang tidak berasal dari lembaga jasa keuangan. dikutip dari kompas pada 08/06/2020.
Berdasarkan PP nomor 25 tahun 2020, Pasal 56, sanksi ini tetap berlaku. Sanksi dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha jika pemberi kerja tidak mematuhi.
Sanksi untuk pemberi kerja ini dikenakan apabila melanggar Pasal 8 ayat 1, Pasal 20 ayat 1, dan Pasal 20 ayat 2. Pasal 8 ayat 1 mengatur pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Tapera kepada BP Tapera.
Pasal 20 ayat 1 menetapkan bahwa pemberi kerja dan pekerja yang menjadi peserta masing-masing bertanggung jawab untuk membayar simpanan peserta.
Iuran Tapera adalah 3% dari upah pekerja, dengan 2,5% ditanggung oleh pekerja dan 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja.
Pasal 20, ayat 2, kemudian menetapkan bahwa pemberi kerja harus menyetorkan simpanan Tapera pekerja setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Pasal 56 Ayat 2 huruf h PP 25/2020 menyatakan, "Sanksi pencabutan izin usaha pemberi kerja dikenakan apabila pemberi kerja tidak melaksanakan kewajibannya setelah pengenaan sanksi pembekuan izin usaha pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada huruf g."
Sehubungan dengan sanksi, Pasal 56 dinyatakan secara lengkap sebagai berikut:
Pasal 56
(1) Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Denda administratif;
c. Mempublikasikan ketidakpatuhan Pemberi Kerja;
d. Pembekuan izin usaha; dan/atau
e. Pencabutan izin usaha
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
a. Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (2) dikenai peringatan tertulis pertama untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja oleh BP Tapera
b. Jika Pemberi Kerja tidak melaksanakan kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana disebutkan pada huruf a, BP Tapera mengenakan sanksi peringatan tertulis kedua selama sepuluh hari kerja.
c. Pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana disebutkan pada huruf b dikenai denda administratif.
d. Denda administratif yang disebutkan pada huruf c dikenakan sebesar 0,1 persen dari Simpanan yang seharusnya dibayar setiap bulan mulai dari tanggal peringatan tertulis kedua.
e. Denda administratif yang disebutkan pada huruf d dibayarkan kepada BP Tapera pada pembayaran Simpanan bulan berikutnya dan dianggap sebagai pendapatan tambahan BP Tapera.
f. Jika Pemberi Kerja tidak memenuhi tanggung jawabnya setelah dikenakan denda administratif sebagaimana disebutkan pada huruf d, sanksi publikasi ketidakpatuhan akan dikenakan.
g. Setelah pemberian sanksi yang mempublikasikan ketidakpatuhan Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf f, Pemberi Kerja tidak melaksanakan kewajibannya. Selain itu, jika sanksi pembekuan izin usaha Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf g diberikan, Pemberi Kerja tidak melaksanakan kewajibannya.
Tapera Dikritik mirip program BPJS Ketenagakerjaan
Timboel Siregar, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), mengecam Pasal 39 Ayat (2) PP Tapera, yang menyatakan bahwa pembiayaan perumahan peserta harus diprioritaskan berdasarkan berbagai kriteria.
Selain itu, bagi pekerja peserta Jaminan Hari Tua atau JHT di BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), manfaat perumahan sudah diatur melalui layanan tambahan (MLT) perumahan.
BP Jamsostek bekerja sama dengan bank BUMN dalam MLT untuk memberikan pinjaman uang muka, pinjaman kepemilikan, dan pinjaman renovasi rumah. Selain itu, saat ini setidaknya empat bagian iuran yang harus dibayar dari gaji bulanan. Jika Tapera diberlakukan untuk karyawan swasta, potongan gaji karyawan ini akan meningkat. seperti dikutip dari Harian Kompas pada 08 juni tahun 2020. (*Red)
Bagaimana Menurut Pembaca Sebenarnya yang sedang viral ini memang sudah berita lama ya? silahkan jika ingin berkomentar.
Social Header